Copot Jabatan! Kajari Padang Sidimpuan Tak Layak Pimpin Kejari

  • Whatsapp

Hakim Pengadilan Negeri (PN) Padangsidimpuan, Irfan Hasan Lubis, SH, MH, mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan oleh Mustapa Kamal Siregar terkait kasus dugaan korupsi Alokasi Dana Desa (ADD) Kota Padangsidimpuan Tahun Anggaran 2023. Dalam putusan yang dibacakan pada sidang Senin (5/8/2024), Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan dinyatakan kalah.

Sidang yang berlangsung di Ruang Tirta itu dihadiri oleh tim kuasa hukum Mustapa Kamal Siregar serta perwakilan Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan, Lambok MJ Sidabutar.

Usai pembacaan amar putusan, Ketua PN Padangsidimpuan melalui Panitera Thomas Elva Edison, SH, langsung mengirimkan salinan putusan kepada Kepala Kejari Padangsidimpuan. Dalam amar putusan tersebut, hakim menyatakan penetapan tersangka terhadap Mustapa Kamal Siregar tidak sah dan dibatalkan.

Selain itu, Majelis Hakim juga memerintahkan agar Mustapa segera dibebaskan dari tahanan. Seluruh biaya perkara dibebankan kepada termohon, yakni Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan.

Keputusan ini diambil setelah melalui pertimbangan menyeluruh terhadap alat bukti dan keterangan saksi yang disampaikan dalam persidangan. Pihak keluarga serta kuasa hukum Mustapa menyambut gembira dan lega atas putusan tersebut.

Menanggapi hal ini, Kaswari Marbun, seorang kader PMII Kota Medan, mengungkapkan kekecewaannya. Ia menyoroti penangkapan Mustapa Kamal pada 3 Juli 2024 di Kantor Wali Kota Padangsidimpuan yang dilakukan tanpa surat perintah resmi.

“Penangkapan terhadap Mustapa Kamal dilakukan tanpa dasar hukum yang jelas, bahkan tanpa surat resmi. Ini seperti tindakan pemaksaan. Penegakan hukum seharusnya dilakukan berdasarkan aturan dan bukti yang cukup, bukan asal tangkap. Putusan praperadilan jelas menunjukkan bahwa Kejaksaan berada di pihak yang kalah,” ujar Marbun.

Kaswari, yang dikenal luas dengan sapaan Marbun, juga menilai bahwa kinerja Kepala Kejari Padangsidimpuan sangat buruk dan tidak kompeten. Ia menyinggung pula persoalan lain, yakni proyek pembangunan RSUD Padangsidimpuan tahun 2018 dengan nilai kontrak sebesar Rp 17.102.736.000 berdasarkan kontrak Nomor: 000/027/7960/VII/2018 tertanggal 17 Juli 2018.

“Dalam pengerjaan proyek tersebut, BPK RI Perwakilan Sumatera Utara menemukan adanya kekurangan volume pekerjaan yang menyebabkan kelebihan bayar sebesar Rp 1.479.081.112,45. Namun, pihak pelaksana telah mengembalikan kelebihan tersebut sesuai rekomendasi BPK dan ketentuan yang berlaku, termasuk Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004, UU Nomor 15 Tahun 2006, serta Pasal 23E UUD 1945,” jelas Marbun.

Namun anehnya, lanjutnya, Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan justru kembali menerbitkan surat penyelidikan atas kasus itu melalui Kasi Pidsus, meski perkara tersebut dinyatakan telah selesai. Hal ini menimbulkan kesan adanya penyelidikan ganda yang tidak semestinya dilakukan.

“Miris melihat kondisi ini. Keadilan hukum yang seharusnya ditegakkan, justru menimbulkan pertanyaan dan dugaan di tengah masyarakat. Kinerja Kejari yang seperti ini menunjukkan ketidakmampuan dalam menjalankan tugas dan sudah sepatutnya dicopot dari jabatannya,” tegas Marbun.

Ia juga menekankan bahwa masyarakat sangat membutuhkan Aparat Penegak Hukum (APH) yang bersih, adil, dan profesional, serta berkomitmen pada hukum dan peraturan perundang-undangan. “Negara ini membutuhkan penegak hukum yang jujur, bukan mereka yang justru memperalat hukum untuk mencari-cari kesalahan orang lain demi kepentingan pribadi,” pungkasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *